Sejarah Macan Cirebon KH. Abbas dari Pondok Pesantren Buntet Cirebon
Penyebaran Islam Di Nusantara Yang Rahmatan Lil Alaamiin.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
Untuk mengingatkan dari lupa, cerita ini terus diulang-ulang agar supaya kita menjadi teringat akan sejarah Bangsa pada zaman Rajya-Rajya Nusantara dan berlanjut ke Sejarah Revolusi Bangsa Indonesia yang sempat harum di daerah Jawa Barat yaitu KH Abbas Buntet, Pimpinan Pondok Pesantren Buntet Cirebon, pada saat perang revolusi 10 Nopember di Kota Surabaya, yang dipimpin langsung dan di Komandoi Oleh KH Hasyim Asy’ari Pendiri NU, walaupun saat itu sudah siap dan siaga perang siap tempur di medan peperangan melawan Belanda, akan tetapi BPK KH. Hasyim Asy'ari tetap masih menyimpulkan untuk menahan diri agar supaya menunggu datangnya "Macan Cirebon" Jawa Barat yaitu KH Abbas Buntet Cirebon hadir di tengah-tengah pasukan yang di Pimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari, itulah keutamaaan dari seorang Kiai yang mempunyai kharomah Ilmu Laduni dan Ilmu Kanuragan atau Ilmu Bela diri yang sangat di takuti saat itu, kami tidak akan memerinci keadaan saat peperangan yang di pimpin oleh Pendiri NU yang menghadapi perang di Surabaya.
Pondok Pesantren Buntet Cirebon berada di Desa Mertapada Kulon, Astanajapura, Cirebon, Jawa Barat, dan Pimpin Oleh K.H. Abdullah Abbas rahimahullah yang lahir di Buntet pada Tanggal, 7 Maret 1922, dan semasa kepemimpinan Beliau pernah juga menjabat sebagai Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Selain KH. Abbas Buntet ada sederetan tokoh dan ulama lain yang juga mempunyai kharismatik di daerah Jawa Barat, yaitu antara lain :
- KH. Ilyas Ruhiyat (sesepuh Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya).
- KH. Anwar Musaddad (sesepuh Pondok Pesantren Al-Musaddadiyah Garut).
- KH. Drs.Totoh Abdul Fatah Ghazali, S.H., (sesepuh Pondok Pesantren Al-Jawami Cileunyi Bandung).
- K.H. Irfan Hielmy (sesepuh Pondok Pesantren Darussalam, Ciamis). K.H. Abdullah Abbas.
Kebetulan leluhur atau Buyut dari Ibu juga masih ada sangkut pautnya atau Leluhurnya dengan Pondok Pesantren Buntet Cirebon, dan masih dekat dengan keturunan dari Keraton Cirebon dan mungkin di zaman Uyut sempat belajar dan menjadi murid di Pondok Pesantren Buntet Cirebon [dalam cerita ini saya tidak ingin di akui atau sebagai pengakuan hanya sedikit cerita leluhur atau sejarah], Kita hanyabdari bahagian sejarah serta leluhur dan secara kebetulan Buyut saya hanya menjadi sebagai Jaga Wana [jaga hutan] yang jauh dari hiruk pikuk Kota, mungkin dahulunya menjadi orang Dusun ataupun Kampung, karena sudah menjadi bahagian dari seorang masyarat biasa dari dahulu sampai dengan sekarang, tidak ada yang menjadi luar biasa kita salah satu bahagian Masyarakat yang bebas dan bergerak untuk mengangkat derajat persamaan Hak Rakyat di hadapan Bangsanya walaupun tinggalnya hanya di Kampung, dari pada menjadi berharga di keraton tapi nilai serta bela kemasyarakatnya kurang begitu di hayati dan tidak tersampaikan, kami jelas mempunyai kebanggan tersendiri walaupun hanya sebahagian dari lingkup di Dusun maupun wilayah Pedesaan yang jauh dari Kota, mudah-mudahan nikmat pembelaan akan Rakyat serta Bangsa ini akan terasakan serta menjadi Ilham serta Inspirasi dari Saudara-Ri yang memang di kursi Keraton maupun Pemerintahan, berarti tulisan serta pemikiran saya telah tersampaikan, jangan sampai dan sudah banyak di dengar petinggi atau kebanyakan dari orang keraton atau Orang atau Individu mungkin Personal Cirebon yang mengatasnamakan Cirebon, banyak yang datang di Cikuleu tentang jati satim dll [jangan sampai person dari Sumedang dimanapun tempat ingin mengakui daerah ataupun tempat Sejarah, kalau bukan di Daerah Sumedang ya sendiri, Aamiin], itu sama berlaku untuk daerah lainnya, terkecuali mau mengekspose atau mengangkat menjadi sumber Sejarah atau Budaya, jangan mengutak Atik atas kepentingan serta keperluannya atau ada maunya.
Saya contohkan yang sedang menjadi polemik cagar alam serta Budaya di daerah cikuleu, banyak pengakuan untuk jati yang tersisa yang sudah di kelilingi area pemukiman penduduk yang sudah ada dari dahulu, saya berharap semua pihak mau dari Pihak Kehutanan Sumedang dan Pihak-pihak dari Cirebon yang membuat keruh suasana itu tetap pada koridor yang benar serta tujuan yang baik seta yang harus mengangkat daerah Cikuleu, antara lain :
- Daerah Cikuleu mau dari arturan geografis serta sejarah di Jaman Kerajaan adalah merupakan Asli daerah Sumedang, saya berharap person dari Cirebon entah yang mengatasnamakan Keraton atau itu dari orang-orang Buadaya, saya tidak setuju mengotak-atik bukan wilayahnya sendiri.
- Hutan tersebut saya lebih apdol dan tepat dari pihak Kehutanan Sumedang untuk menyerahkan perawatan serta pengelolaan serta penjagaaannya kepada Pemimpin Pemuka Adat disana sebagai Hutan Cagar Alam Kampung Cikuleu, tidak ada yang bisa merusak, menebangnya atau sengaja menjadi punah atau jenis bentuk apapu atas alasan lainnya [terkecuali untuk merawat, bahan penelitian, bahan study pendidikan atau perbandingan serta yang sifatnya untuk lebih memelihara cagar alam tersebut.
- Rakyat atau Masyarakat Kampung Cikuleu akan tidak segan-segan berdiri di depan, dari pihak manapun yang untuk sengaja akan dan punya niat untuk merusak Pohon Jati hutan Cikuleu yang masih tersisa sedikit tersebut.
- Pihak Kehutanan Sumedang untuk sedianya dan serta menjaga atau memeliharanya Hutan-hutan yang masih ada di wilayah serta masih luas mulai dari jajaran perbukitan Gunung haji sampai Walakung.
- Agar semua pihak menjadikan paham agar supaya daerah yang terletak di Kampung Cikuleu menjadi Cagar Alam yang bisa dilindungi oleh Adat, Kehutanan dari pihak-pihak yang sengaja mengatasnamakan masyarakat Cirebon yang mengaku menanam atau mengaku apapun, pasti akan berhadapan dengan Para Pemuda dan Rakyat Cikuleu sesuai ucapan dari [Bpk. Maman Ketua Masyarakat Cikuleu].
- Apabila masih ada Phak Cirebon yang mengatasnamakan apapun, apabila menginginkan sesuatu hutan yang ada di Kampung Cikuleu bawalah siksilah atau tulisan yang menguatkan bahwa itu menjadi miliknya, dan juga sebaiknya mereka harus pindah dan menjadi warga serta ber-KTP Cikuleu jadi jelas bahwa dia sudah menjadi warga Kabupaten Sumedang, apabila ingin ngutak-atik wilayah di Sumedang.
Bentuk uraian dari (6) Enam Point dimaksud, karena semua hanya melihat bahwa hutan jati yang tersisa tersebut yang dipandangnya adalah bentuk Uang atau bisa di manfaatan untuk dijual serta dijadikan sebuah keuntungan oleh Para Pihak yang konotasi yang akan merusak, menebang atau membuat punah pohon itu sendiri, semuanya tidak akan cukup puas apabila yang menjadi patokan serta tujuannya hanya Dunia yang Fana ini, serta hanya mengikuti keinginan nafsu serta arti sejarahnya hanya ingin mengakui daerah lain yang bukan menjadi daerahnya [apabila dijujut dengan siksilah juga tidak menjadi kesampaian karena sudah berbeda zaman] yang menjadi terpenting adalah mending berbagi menjaga dan mengangkat daerah masing-masing seperti peribahasa Orang Minang [Disitu Bumi dipijak maka di situpula Langit akan di junjung], atau jangan sampai mengembang menjadi serta meributkan atau mengutak-atik hak daerah lain sedikitpun dari kacamata Sosial Budaya kurang baik serta kurang mengena, dimana yang merasa atau mengaku merasa hak ada dan berada di luar yang sedang diperebutkan, yaitu yang bukan dari daerahnya sendiri, seharusnya kembangkanlah sejarahnya di sesuaikan lingkup daerahnya sendiri atau masing-masing sebagai bentuk rasa cinta akan daerahnya yang disesuaikan dengan tempat tinggal serta KTP masing-masing Daerah [atau Daerah Kabupaten Cirebon Sendiri], jangan sampai mengusik hak daerah lain baik mengatasnamakan Keraton maupun Masyarakat Cirebon [karena kondisi zaman dahulu dengan sekarang sudah jauh berbeda dan terkait dengan pemerintahan Kabupaten masing-masing Daerah [seperti polemik yang sedang dimasalahkan yaitu Jati Satin], kenapa musti dari daerah Cirebon yang mengutak-atik daerah yang ada di Sumedang [ini mohon maaf Saudara-Ri untuk agar kita supaya tahu dan waspada, karena mengatasnamakan belum tentu itu benar sesuai apa yang di utarakan orang tersebut].
Mengulas sedikitnya sejarah bukan karena tahu dan faham tapi ingin berusaha menggali yang terbaik yang bisa dipersembahkan kepada Rakyat Bangsa serta Negara, itulah niat paling utama, tidak terkait sensitif Daerah, Kesukuan dan klaim sebagainya yang akhirnya akan mengurangi serta melunturkan apa yang disebut dengan kharomah " Silih Asah, Asih dan Asuh", arti pada kalimat itu sedikit tapi artinya mengandung arti yang sangat luar seluas samudera, bagaimana kita duduk didalamnya menjadi duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, perbedaan sejarah adalah cermin budaya seta buas dari segi serta sudut pandang yang berbeda, dan titik kesamaannya kita adalah Bhineka Tunggal Ika, tetap jadi satu tujuan sauyunan Sabilulungan untuk mempersatukan Jawa Barat menjadi satu tujuan, tidak sedikitpun merasa lebih tinggi karena pengaruh kerajaan ini kolot&tua dan sebagainya, kita menjadi satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa Indonesia, Aamiin
Kami ingin contoh sedikit sejarah serta mengulas walaupun satu kalimat tapi manfaatnya akan mengangkat dan kebanggaan Rakyat serta bangsa juga Iqon Negara bisa terangkat dan memberikan harum yang tertanam di masing jiwa Generasi Penerus yang selalu terngiang akan hebatnya dan gagahnya Para Pejuang Bangsa pada zaman itu, jadi mejadikan masukan Positif dan serta meresap kepada Jiwa-jiwa yang Gagah Tegap punya Pendirian, dan jangan sampai kerdil oleh bangsa lain atau oleh penjajah ekonomi kita, sehingga kita di kerdilkan oleh negara luar, Kita harus tetap semangat Bela Negara Rakyat dan Bangsa, untuk melangkah kejalan positive demi majunya Rakyat dan Bangsa yang Menikmati nilai kemerdekaan yang terasakan Oleh Rakyat yang paling rendah sekalipun.
Kembali lagi kepada sejarah, pada saat itu dengan ilmu serta kepiwaiannya melawan penjajah Belanda, Uyut Rombak di beri gelar oleh Kanjeng Sunan Gunung Jati Cirebon menjadi Ki Tampa [Menerima Ilmu] dan di tugaskan menjadi penjaga Hutan Perbatasan setelah terjadinya peristiwa ke salah Fahaman antara Kanjeng Ratu Panembahan - Ratu Harisbaya [Raja Kesultanan Cirebon] dengan Pangerang Angka Wijaya [Prabu Geusan Ulun] Raja Terakhir Sumedang Larang, yang mengakibatkan karena kesalah fahaman tersebut, menjadi suatu peperangan dari pihak Cirebon disangka merebut Ratu Harisbaya, menurut rombongan Pangeran Angka Wijaya [Ratu Harisbaya Menyelinap ikut Rombongan yang saat itu pulang Sowan dari Demak], serta tidak disangka Rombongan Sumedang Larang di dalam perjalanan di serang oleh Sultan Cirebon, pada saat itu Rombongan Pangeran Angka Wijaya sebetulnya tidak di persiapan untuk perang saat itu karena baru pulang silaturahmi dari Demak cuman di perjalanan sempat mampir di Ratu Panembahan Sultan Cirebon untuk mempir sejenak di Cirebon, sehingga dalam pertempuran tersebut rombongan Pangeran Sumedang terdesak dan mengalami kekalahan karena di serang mendadak setelah pulang perjalanan dari Demak tadi, sebetulnya kunjungan di Demak untuk memberikan restu dan selamat atas berdirinya Sultan Kerajaan Islam Pertama di Demak yang di dirikan serta di Rajai oleh Raden Fatah, yang masih sama-sama menjadi Cucu dari Sunan Gunung Jati Cirebon, di samping sebagai tanda silaturahmi serta sowan sedikitnya menambah serta mempelajari atau mendalami Ilmu Agama dari Raden Fatah di Rembang [walaupun Pangeran Angka Wijaya juga merupakan Putra dari Pangeran Kusumadinata mempunyai gelar [Pangeran Santri atau Ki Gedeng Sumedang] tapi tetap Pangeran atau Prabu Geusan Ulun untuk tetap belajar dan belajar untuk lebih mendalami Ilmu Agama Islam padahal dia sendiri di gembleng Ilmu oleh Ramana sendiri dan Kakeknya Syech Maulana Abdurahman, cucunya dari Syech Abdullah Kahfi dari keturunan Syech Hadralmaut di Mekkah, agar supaya tidak kalah pamor-pamer dengan yang lainnya, yang suka dikaitkan-kaitkan jangan mengganggu ahlul bait dan sebagainya sebetulnya manuasia atau makhluk tergantung dari amal serta perbuatan itu sendiri, Aamiin. Biasanya semua mengaitkan Silsilah langsung yang sampai sanad'Nya kepada Baginda Rasulullah yaitu, Nabi Besar Muhammad ﷺ, dengan Silsilah sebagai berikut :
Silsilah
Pangeran Angka Wijaya
[Prabu Geusan Ulun]
Bin Pangeran Kusumahdinata, antara lain adalah ;
✓ Nabi Muhammad SAW.
✓ Fatimah Az Zahra.
✓ Sayyid Husein.
✓ Sayyid Ali Zainal Abidin.
✓ Sayyid Muhammad Al Baqir.
✓ Sayyid Ja’far as Shadiq.
✓ Sayyid Ali Al Uraidhi.
✓ Sayyid Muhammad an Naqib.
✓ Sayyid ‘Isa Naqib ar Rumi.
✓ Sayyid Ahmad al Muhajir.
✓ Sayyid al imam ‘Ubaidillah.
✓ Sayyid Alawi Awwal.
✓ Sayyid Muhammad Sohibus
Saumi’ah.
✓ Sayyid Alawi Ats Tsani.
✓ Sayyid Ali Kholi’ Qosim.
✓ Sayyid Muhammad Sohib Mirbath.
✓ Sayyid Alawi Ammil Faqih.
✓ Sayyid Amir Abdul malik al
Muhazir azmatkhan.
✓ Sayyid Abdullah Azmatkhan.
✓ Abdul Kadir.
✓ Maulana Isa.
✓ Datuk Ahmad.
✓ Syekh Datuk Kahfi / Syekh Nurjati
/Syekh Nurul Jati.
✓ Syekh Maulana Abdurrahman
(Sunan Panjunan).
✓ Maulana Muhammad (Pangeran
Pamelekaran).
✓ Pangeran Santri (Pangeran
Kusumahdinata, Ki Gedeng
Sumedang).
✓ Pangeran Angka Wiajaya
(Parbu Geusan Ulun).
[Silsilah Pangeran Santri yang sanad'Nya sampai ke Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, di publikasi awal By Adeng Lukmantara
Peminat Studi Peradaban Sunda dan Islam Asal Hariang Kecqmatan Buahdua, Kabupaten Sumedang].
Semoga dengan mengangkat tulisan ini, agar semua pihak serta Saudara-Ri Nusantara sedikitnya bisa mengerti duduk permasalahan yang sedang di bela oleh Tetua Masyarakat Cikuleu mengenai Hak Memelihara, Menjaga dan Hak Melindungi Cagar Alam yang sudah punah dan tersisa di dekat Kampung Cikuleu, Kecamatan Ujungjaya Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
آمين يارب العالمين
اللهم صل على سيدنا محمد
وعلى ال سيدنا محمد.
Salam Silih Asah, Asih & Asuh.
Jaja Juharja
Minggu, 30 Agustus 2020
Salam Siliwangi Terakhir.
Salam Kokok Ayam Jantan Dari Timur.
Salam Cangkok Wijaya Kusumah Menggapai Seroja.
Komentar